MAUKU SEPERTI KUPU-KUPU

Adakah yang abadi di dunia ini? Sesuatu yang dapat dipertahankan situasi dan kondisinya layaknya seperti awalnya. Mungkin akal sehat akan menjawab tegas, tidak....
Ungkapan menyatakan “Hidup itu seperti roda pedati, kadang ada di bawah dan kadang berada di atas.” Atau seperti keadaan seekor hewan yang bermetamorfosis. Kupu-kupu misalnya, yang awalnya hanya berasal dari seekor ulat kecil yang tak berupa. Namun, karena ketulusannya ia mampu berpuasa dalam sebuah cangkang yang disebut kepompong dan pada akhirnya menjadi seekor kupu-kupu yang rupawan. Jika ditelaah ini adalah perubahan yang baik.
Pada manusia mengalami ragam metamorfosis atau layaknya disebut perubahan. Bunglon misalnya, ada tipe perubahan manusia seperti bunglon yang berubah warna sesuai tempatnya. Manusia tipe ini sangat banyak. Disaat berada pada lingkungan hitam, mereka pun berubah menjadi hitam. Dan sebaliknya, jika mereka berada pada lingkungan putih mereka pun menjadi putih dan bersifat lebih baik.
Tak dapatku bayangkan perubahan inilah terjadi pada orang-orang terdekatku. Orang-orang yang sangat aku hargai, ku sayangi bahkan mampu merenggut simpatiku.
Kini mereka berada diambang yang takut aku untuk meninggalkannya. Namun keberadaanku disini tak mampu merubah kondisi itu.
“Haha... dasar lu Septya. Ternyata lu nafsu juga ya merogoh sesuatu yang berada di kantong celanaku. Hau, gila geli. Septya dapat rejeki, dia pegang....”
Sungguh kata-kata yang tak pernah terlintas di otakku mampu mereka ucapkan di hadapanku. Aku kaget, namunku hanya mampu untuk bertasbih dan beristighfar pada Yang Kuasa.
“Wan, dia dapat rejeki Wan,” Andi berbangga pada Iwan. Dan hal yang membuatku kaget untuk kedua kalinya, Iwanpun mengakui sesuatu yang dicari Septya ada padanya. Bisa ditebak, pemandangan yang sama terlihat lagi.
Septya memang cewek yang terbilang berani terhadap laki-laki. Berani dalam artian mau mengekspresikan pornoaksi dan ponografinya di hadapan laki-laki. Yang biasa disebut agresif.
Bagiku, tindakan seperti itu telah merusak citra seorang wanita. Dan anehnya lagi, dia masih terbahak setelah laki-laki berkata seperti itu pada dirinya. Entah wanita seperti apa dia?
Aku sangat kecewa dengan keadaan ini. Dimana keadaannya lain dengan sesuatu yang dulu. Aku mengerti, jika seseorang yang masih mengenang manisnya masa lalu, orang tersebut tidak akan pernah maju. Namun tak ada salahnya kita mengingat hal yang telah berlalu sebagai guru yang akan membimbing kita untuk kedepannya.
Aku ingin sekali menangisi ini, menangis dan terus menangis. Tak pernah kusanga dua orang sahabatku akan berubah seperti ini? Apakah setiap laki-laki baik itu munafik? Laki-laki yang mampu menahan gejolaknya dan gejolak itu akan terekspresi jika telah menemukan wadah atau tempatnya.
Aku sangat menghargai mereka yang sangat baik padaku. Tapi apa aku bisa mendiamkan dan menerima jika perubahan mereka semakin bobrok seperti ini dan mencapai titik yang tak pernah ku harapkan.
Menghindar...
Hanya ini yang bisa kulakukan. Tapi apa akan menyelesaikan masalah? Kenapa aku tak mampu membawa mereka pada kebaikan dan menjauhi segala keburukan itu? Apa karna....?
Sekarang aku mengerti ternyata di otak laki-laki hanya kepuasan semata. Buktinya, aku sebagai teman dan sahabatnya tak pernah merasa dihargai. Aku tak pernah melihat mereka terbahak dan tertawa lepas padaku. Apakah ini cara mereka menghargaiku? Entahlah. Yang pasti Mereka tak pernah lancang padaku. Apakah ini yang dikatakan kasih sayang yang sebenarnya? Kasih sayang dimana kita akan selalu menjaga orang yang kita sayang dan tak pernah berusaha merusaknya.
Tuhan apa yang harus aku lakukan? Aku ingin mereka seperti dulu yang selalu tersenyum padaku. Yang jauh dari segala kesesatan. Bahkan saat ini aku tak mampu membawanya untuk dekat pada-Mu. Andai ku dapat melakukan sesuatu, mungkin akan aku lakukan asal cara dan hasilnya baik.
“Wan, Ndi... gua kecewa banget sama kalian. Kalian berubah. Sadar gak sih kalian tu sudah mengarah pada zina. Gua gak suka kalian jadi seperti ini.”
“Gak suka..? Heh... gua juga gak maksa lo untuk suka kok.”
“Ndi, kok Lu ngomongnya seperti itu?”
“So...?!”
“Apa sih hak Lo ngatur-ngatur kita? Mak bukan, sodara bukan, pacar juga bukan. Lu kan Cuma...?” tiba-tiba kata-kata Andi diputus begitu saja.
“Cuma apa? Cuma numpang...? Begitu jawab kalian bukan?!” sebuah kata-kata yang pernah mereka lontarkan di hadapan dosen yang sering meledekku.
Kata-kata yang ku pikir tak mampu diucapkannya. Ternyata mereka belum menganggapku teman apalagi sebagai sahabat. Sahabat yang mau menerima mereka apa adanya. Dengan segala kekurangannya asalkan kekurangan itu bukan lah hal yang negatif. Sahabat yang mau mendengarkan cerita dan keluhannya dalam keadaan sedih sekalipun. Tapi, semua itu tak kan pernah jadi sempurna.
Sahabatku...
Aku sangat kecewa dengan tindakan kalian. Aku sangat sedih dengan metamorfosis yang kalian jalani. Sungguh aku tak dapat berbuat apa-apa. Semoga pada akhirnya kalian sadar dengan perubahan kalian! Sedangkan dekat saja aku tak mampu berbuat apa-apa, apalagi jika aku jauh dari kalian.
“Lu sadar? Lu tu banyak berubah. Lu banyak diam dan suka ngatur. Gak mau gabung sama anak-anak yang lain ketika ngumpul-ngumpul. Bergaulnya sama anak-anak beasiswa itu. Lu sadar gak kelas lu tu dimana?”
“Bukan gua yang berubah, anggapan kalianlah semua jadi berubah. Gua mau nungguin kalian berlama-lama asalkan untuk hal yang positif. Bukan ngumpul-ngumpul ngerumpi yang gak jelas. Omongin orang lewat, liat cewek-cewek bahenol. Sudahlah, gua gak sama dengan teman-teman cewek lainnya. Apalagi disana ada...”
“Ada siapa?”
“Sudahlah...! gua sadar kelas gua dimana. Tapi daripada ngumpul-ngumpul yang gak jelas mending gua ke perpus, minta diajarkan sama anak-anak itu study yang gak gua ngerti. Toh nantinya gua juga akan berbagi dengan teman-teman yang lain kan? Daripada ribut gak jelas gini, mending kalian sholat dulu. Gua tahu kalian belum sholat.”
“Nantilah di rumah saja.”
“Sekarang tu sudah setengah dua. Kita dalam perjalanan butuh setengah jam lebih. Mau sholat jam berapa? Ayolah! Gua tungguin.”
“Orang bilang di rumah, ya di rumah.”
“Kalian yakin kalian akan selamat di perjalanan sampai rumah? Kita gak tahu kan apakah kita masih hidup sampai rumah? Ayolah, skali saja kalian dengarkan aku. Ya...?” aku pun menurunkan emosiku.
“Cepatlah kita pulang! Kalo masih bertengkar seperti ini, kapan sampai rumah?”
“Iya, kalo kalian dibilangin, dari tadi langsung sholat. Toh sekarang juga dah selesai dan kita pasti bakal pulang. Sholat dulu ya! Hmmm....”
“Okey, tapi pas persimpangan ya?”
“Janji?”
“Hmmm...” mereka tersenyum.
Hidup itu hanya sandiwara yang harus diperankan, janji tinggal janji. Sesampainya di persimpangan itu, motor tancap gas. Sungguh kecepatan yang luar biasa yang membuatku sedikit gamang. Di tengah perjalanan truk besar nyaris saja menyerempet kami, namun berkat percaya dirinya kamipun selamat tanpa ada yang lecet sedikitpun. Hanya jantung yang kian memacu deras.
“Maafin gua ya!” Iwan berharap padaku. Ku hanya diam membisu. Ternyata Allah masih memberikan kami kesempatan untuk hidup. Sedangkan Andi telah melaju lebih dulu.
“Please...!” dengan wajahnya yang polos. Akupun tak tega melihat tampangnya yang kaku seperti itu dan tiba-tiba akupun tertawa lepas. Reaksi yang bisa dikatakan gila. Sudah jelas baru saja bertarung nyawa tapi aku masih bisa tertawa. Ini kulakukan agar dia tidak terlalu menyesali dirinya. Iwanpun tersenyum, sangat nyaman melihat senyum itu karena memang senyum Iwan sangat manis dan imut. Oleh karena itu Septya sering mencari perhatiannya di hadapanku.
Sahabat....
Bahkan aku sanksi kalian akan merindukanku. Karna aku hanya seorang teman yang sukanya ngatur, batasi pergaulan kalian. Bukan aku yang berubah seperti anggapan kalian. Tapi kedekatan dan rasa saling pengertian kita yang berubah. Kalian salah, perhatianku slalu pada kalian.
Daripada kita dekat tapi terasa jauh, lebih baik kita jauh tapi terasa dekat. Mungkin perpisahan adalah jalan yang terbaik. Biarlah aku yang mengalah dengan semua ini. Biarkan aku yang mengalah atas angan-angan kita dalam mencapai cita-cita bersama. Ini kulakukan hanya untuk kalian. Agar kalian tak terikat lagi dengan aturanku.
Semoga Yang Kuasa  menunjukan kalian jalan yang benar. Hingga metamorfosis ini layaknya seekor ulat yang jadi kupu-kupu yang cantik. Mungkin ini keputusan yang terbaik karena aku tak nyaman mengikuti Education ini dengan baik jika tiap hari melihat perubahan kalian yang semakin bobrok. Lagipula ku yakin ini petunjuk dari Yang Kuasa karena hatiku dimantapkan oleh-Nya setelah ku istikharah berkali-kali.
I Miss U Sob....!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah pada Microsoft office dan pengetikan cepat MS office

BENTUK HIDUP TUMBUHAN

BATANG TUMBUHAN