Catatan HariAnku,,,

SAHABAT SEJATI
Mau mulai dari mana akupun tak tahu. Aku ingin bercerita tentang orang-orang yang sangat berarti dalam hidupku. Tentang semua orang yang ku sayangi, semua orang yang sangat memberi arti hidupku ini.
Mungkin di mulai dari keluargaku. Sahabat yang sangat berarti dalam hidupku yang mau menerimaku apa adanya, walau terkadang ku sering di marahi. Memang kami selalu dekat, tapi kedekatan itu tak pernah ada saling pengertian, marah yang slalu mengisi ketika rasa lelah menggandrungi. Namun sahabatku ini tiada ada duanya. Bliau selalu menerimaku apa adanya, bliau yang selalu melengkapi kekuranganku, yang memperhatikan perkembanganku, yang memperhatikan penampilanku.
Tiada hari tanpa kerja kerasnya yang membuatku bangga, yang melatihku untuk selalu bekerja keras dalam hidup. Seorang sahabat yang mengajariku kekuatan, kekuatan dalam menjalani hidup, masalah juga cinta.
Mungkin dulu ku tak pernah mendapat tempat di hatinya. Karena aku selalu dibanding-bandingkan. Tapi setelah aku mampu membuktikan akulah yang terbaik, bliau bersimpati padaku. Tak satupun cerita hidupku bliau lewatkan termasuk orang-orang yang pernah mendapat tempat di hatiku. Setiap kemarahan mengisi hari-hari, aku sedikit mampu meredamnya karena aku belajar dari seorang sahabat yang selalu mengajarkan arti senyum, tertawa juga humor. Sejak kenal dialah persahabatan ini sedikit membaik. Tak pernah ku dengar marah itu tertuju padaku lagi. Terimakasih untukmu yang mengajariku.
Seorang Sahabat yang tidak mau melihatku terluka sedikitpun, baik fisik maupun hatiku, sahabat yang slalu mensupportku dalam menggapai cita-cita maupun meraih cinta. Dialah Mamaku.......... I love U MoM......... I LovE U fuLL......
SD... mungkin ku belum mengerti apa itu sahabat, tapi ku slalu punya teman yang slalu menghiburku disetiapku sedih saatku punya masalah di rumah. Dia yang juga membelaku disaat ada yang iri terhadapku. Karena waktu itu aku selalu dimusuhi teman-teman cewek, mungkin karena kedekatanku pada guru-guruku. Jujur, tak sedikitpun aku bermaksud cari muka. Tapi karena kepatuhan, mau disuruh-suruh, prestasi yang ku raih serta kehidupanku yang kurang beruntung.
Guru-guruku itu juga sahabat yang berarti dalam hidupku. Hanya beberapa orang. Bliau yang memperjuangkanku untuk memperoleh beasiswa, ada juga yang slalu memotivasiku bahwa kebenaran yang akan menang, “Kamu pasti akan berhasil Nak! Percayalah! Kebenaran itu pasti menang. Ibuk yakin nilaimu tinggi waktu UN nanti bukan dia. Kecurangan guru yang lain itu terhadapmu tidak akan berarti apa-apa.”
Keyakinan itu membuatku termotivasi sampai akhirnya ku buktikan. Aku dipeluknya seperti anaknya sendiri dan waktu penerimaan ijazah itu, ku dipromosikan ke wali murid yang bliau pegang. Subhanallah bangganya aku. Sehingga wali murid itu ingin anaknya sepertiku. Seorang guru yang takkan ku lupakan untuk selamanya. Walau sampai hari ini aku tak dapat berita tentangnya. Karena waktu itu beliau sudah sangat renta.
Teman-teman yang lain adalah cowok-cowok, oleh karena itu aku sedikit tomboy kelihatannya waktu itu. Karena hanya mereka yang mengerti posisiku waktu itu. Aku juga pernah jotos-jotosan sama cowok yang paling nakal di sekolah waktu itu. Karena aku tak suka dengannya yang selalu mengompas teman-teman serta menyakiti dengan fisik yang ia punya. Walaupun waktu itu sempat tinju melayang padaku, tapi aku tak takut. Karena aku tetap berusaha membalasnya dan pada akhirnya aku hanya mampu menggores tangannya dengan kuku ku. Sehingga ada empat goresan di tangannya. Lucu juga jika ingat waktu itu.
Perkelahian itu dilaporkan teman-teman ke guruku. Aku dimarahi habis-habisan sama guruku itu. “Kamu ini pake berkelahi segala? Kamu tau gak kamu tu cewek. Dia bukan lawanmu! Sedangkan laki-laki saja takut sama dia. Apalagi kamu cewek. Ini lagi rambut tak diikat. Terurai begitu saja. Sudah jelas rambut sepanjang ini. Jika rambut ditariknya, apa yang akan terjadi padamu?”
Aku hanya terdiam dengan kemarahan itu karena aku tahu itu bagian dari perhatian guruku itu terhadapku. Namun, aku selalu punya prinsip “Jangan pernah takut, selagi kita di jalan yang benar. Raksasapun harus dilawan.”
Kesan pertama yang buruk yang ku berikan terhadap guruku itu. Selanjutnya, “Buk, itu salah Buk! Aku dapat hasilnya begini.”
“Coba ibuk lihat! Tuliskan ke depan!” aku melangkah ke depan kelas menuliskan jawaban soal matematika itu. Namun Ibu tu membantah dan menganggap punya dia lah yang paling benar.
“Buk, tapi kata abang saya seperti itu Buk.”
“Sudah-sudah...! sudah dibilang juga ini yang benar. Masih saja membangkang.”
Cap yang diberikan guruku itu terhadapku. Di kantor majlis guru aku slalu diomongin. Tapi tak sedikitpun aku menyimpan marah. Seminggu kemudian Ibuk itu merehab jawaban soal itu dan bliau mengakui jawabanku benar. Aku selalu begitu, setiap ada yang salah, aku takkan tinggal diam. Mulutku pasti akan mencuap untuk menyatakan kebenaran itu meskipun orang yang kuhadapi tua sekalipun dariku. Dalam belajar selalu begitu. Guruku ini berbeda dari guru yang lain, bliau tidak terima dengan sikapku yang selalu membantahnya. Bliau mungkin beranggapan aku menjatuhkannya di depan murid-murid yang lain. Sehingga prestasiku jadi ancamannya. Waktu itu buku nilai raport tercecer, aku yang menemukan dan beberapa orang temanku karena waktu itu kunci lemari dipercayakan padaku. Ku bahagia ternyata disana tertulis aku kembali meraih juara satu. Semua teman-temanpun sudah tahu karena mereka juga melihat nilai itu. Namun apa yang terjadi? Saat nama itu dipanggil, juara satu bukan aku yang menempati. Tapi teman yang lain. Aku ditempatkan juara dua.
Sangat hiba hatiku waktu itu sampai air mata tak mampu ku bendung. Dari kelas satu ku pertahankan tapi pada akhirnya aku harus kehilangan juga. Masalah kehilangan tak masalah bagiku, tapi mengapa hasil itu berbeda dengan kenyataan yang kami temukan waktu itu. Ada apa dengan guruku itu hingga nilai itu berubah dengan sekejap. Guru-guru yang lainpun menanyakan hal itu termasuk aku. Bliau hanya menjawab “Oh, iya. Dia memang anak yang pintar tapi nilainya saling kejar-kejaran dengan si B.”
Tak mungkin kata temanku. Ku dekap mama menghempaskan air mata itu, tapi aku hanya disuruh bersabar. Semester berikutnya juara satu kembali ke tanganku. Akupun naik kelas. Huh, aku harus menghadapi guru yang punya sifatnya lain pula. Akupun kembali jadi no dua. Alasannya bliau dekat dengan orang tua temanku itu dan bliau selalu meminta apapun ke orang tua temanku itu. Selalu saja aku memperoleh ketidak adilan itu. Sampai pada akhirnya aku rapuh dan malas untuk belajar, datang selalu terlambat, diusir pulang karena seragam tak lengkap.
Bukannya aku sengaja untuk berbuat nakal, namun karena aku tidak merasa takut lagi untuk dimarahi karena aku bukan panutan lagi di sekolah. Biasanya aku selalu menyiapkan seragam itu malam harinya. Tapi karena perlakuan tak adil itu selalu mengisi hariku, akupun jadi anak yang cuek. Kenakalan ini disorot guru yang menyayangiku itu, bliau bertanya yang tujuannya memotivasi dan pada akhirnya ku lulus dengan nilai yang terbaik walaupun bukan jadi yang pertama karena dari kelas satu aku tak mampu menandingi anak yang satu itu. Dia selalu juara umum. Hai kamu...! Continued.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah pada Microsoft office dan pengetikan cepat MS office

BATANG TUMBUHAN

BENTUK HIDUP TUMBUHAN