My Diary


"Ketakutan Yang Berlebihan"
Dua hari sudah motor membuatku trauma. Jika saja trauma itu punyaku saja, tak masalah berarti aku tak merugikan orang lain. Tapi hari ini aku telah membuat anak didikku trauma. Besar banget rasa bersalahku. Jadi manja gini, ingin nangis dan teriak sekencang-kencangnya.
Kemarin hari senin, paginya nabrak knalpot motor orang karena rem motor yang nggak cakram. Dek-dek kan dan takut menghadapi pemilik motor. Nafas ini sesak, degup jantung mengalir deras, was-was pun mengelabui pikiranku, harap-harap cemas yang punya motor marah besar dan menghardik ku habis-habisan di depan orang banyak.
Sekilas si pemilik motor melirik ke arahku. Dengan reflex, ku ucapkan kata maaf, “Maaf Da!” berkali-kali ku ucapkan, namun jantung ini masih berdegup kencang, takut kena semprot. Tapi apa yang terjadi, dia malah tebar pesona dan memancarkan senyum yang menawan. “Hati-hatilah Diak!!”
Ya Tuhan kekhawatiranku berlebihan. Ternyata yang punya motor hanya tersenyum dan memperingatkan untuk hati-hati. Yang lebih membuatku makin lelah, hah yang punya motor senyumnya manis banget, berwibawa dan yang lebih penting nggak marah atau nyemprotku dengan kata-kata kasar. Ternyata masih ada cowok yang sopan seperti itu. Sayangnya gak sempat kenalan. Hehe… yang pastinya ini pertemuan pertama dan terakhir.
Hari ini hari selasa, pikiranku benar-benar kacau. Mengajar empat jam, jadwal kuliah berantakan. Pagi mengajar selama dua jam, jam 09.00 sampai jam 11.00 WIB. Karena materi kuliah serba kejar tayang, dosen semena-mena minta kuliah jam 10.00 WIB. Ada beberapa mahasiswa yang tidak bisa, namun dosennya menjawab, “Bukan urusan saya. Itu terserah Anda mau datang atau tidak. Bagi saya, tidak masuk pun Anda tak masalah, yang penting ujian Anda bisa jawab soal dengan baik. Saya tak peduli dengan absen Anda. Silahkan tanda tangani saja absen itu sampai perkuliahan usai, tak masuk pun Anda tak masalah.”
Aku salah seorang dari beberapa mahasiswa yang tak bisa hadir karena mengajar. Terlebih lagi siang juga mengajar sampai jam 15.00 WIB dan sorenya aku kuliah jam 16.00 WIB. Itu artinya aku harus bolak-balik dalam waktu beberapa menit. Tak bias ku bayangkan semua harus ku lakukan. Ku putuskan untuk memotong jam mengajar sampai jam sepuluh kurang lima belas menit. Dengan segera ku pulang dan serba terburu-buru.
Di perjalanan aku melihat seorang anak didikku berjalan sambil melamun, “Kenapa Dek? Ayo pulang bareng kakak aja. Belum dijemput papa kan? Ya sudah nanti kaka kantar saja sekalian berangkat kuliah.”
Tanpa ada rasa gak enak, anak ini pun menuruti kata-kataku. Konsentrasi ini masih saja terpecah, harap-harap cemas terlambat karena waktu 10 menit bisa dikatakan tak cukup untukku sampai  kekampus, otomatis aku terlambat. Sewaktu mau berbelok ke pekarangan rumah, tiba-tiba saja aku tak bisa menahan motor ku untuk berbelok. Alhasil motorku rebah dan anak yang ku bawa ikut rebah.
Shock nya bukan main, ini pertama kalinya motorku rebah. Biasanya aku mampu menahannya, tapi kali ini tenagaku benar-benar melayang seiring konsentrasiku yang juga melayang. Aku panik karena telah membuat anak didikku trauma dan ketakutan.
“Ya Tuhan, aku telah membuatnya khawatir.”
Seorang tetangga membantuku untuk berdirikan motor lagi dan dia melihat kedua lutut anak didikku berdarah. Hah aku benar-benar shock dan panic karena telah membuat orang lain terluka. Ku ambil obat luka, tapi anak ini tak mau menggunakannya.
“Gak apa-apa Kak. Gak sakit kog. Ini lukanya sudah dari tadi. Bukan jatuh karena kakak.”
Aku masih berpikir apakah anak ini malu atau takut menyatakan akulah penyebab luka itu. Berkali-kali aku bertanya seperti orang yang hilang control diri.
“Kakak luka ini sudah dari tadi. Aku tadi naik sepeda bersama Aulia dan aku terjatuh, makanya luka.”
“Adek, kakak benar-benar mengkhawatirkanmu. Sini kakak bersihkan lukanya!”
Aku sangat mengkhawatirkannya karena anak ini anak yang sangat dilindungi di keluarganya karena anak ini anak perempuan satu-satunya di keluarga dan aku sangat mengerti rasa was-was keluarganya untuk melindunginya. Tapi tiba-tiba saja aku membuatnya trauma, bisa aku bayangkan bagaimana perasaan keluarganya. Semoga semua ini baik-baik saja. Ya semoga saja semua tak menjadikan trauma yang amat besar padanya.
“Allah lindungi aku selalu!!!”

Komentar

  1. melakukan dengan terburu buru dengan hasil yang kurang maksimal..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah pada Microsoft office dan pengetikan cepat MS office

BATANG TUMBUHAN

BENTUK HIDUP TUMBUHAN