Psikologi Anak
JANGAN
PELIT DENGAN PUJIAN
Satu hal
yang masih banyak belum dipahami oleh seorang guru ketika menyambut anak /
bertemu dengan anak yang sudah lama tidak dilihatnya karena sering bolos dan
cabut. Mungkin sahabat sering mendengar sapaan hangat yang sering disampaikan
guru, sapaan yang tanpa kita sadari berakibat pada jatuhnya mental dan
kepercayaan diri seorang anak, "Ha, lai iduik juo ang lai?"
Pertanyaan tersebut tak hanya satu atau dua guru saja yang melayangkan kepada
anak ini. Tapi hampir setiap guru, dan guru-guru tersebut mulai membicarakan
prilaku-prilaku buruk anak tersebut didepan semua guru, bahkan didepan guru PL
sekalipun dan didepan anak yang brsangkutan.
“Mang nyo
awak lah mati dek Buk.”
“Yo lah
lamo ndak nampak batang hiduang wak.”
Terkadang
awal masuk sekolah, tujuannya untuk berubah. Tapi karena sambutan gurunya
seperti itu, hatinya enggan untuk masuk sekolah lagi. Dari ilmu psikologi anak
yang sering saya baca, "Jgn sekali-kali membicarakn tingkah buruk anak
dihadapannya!" hal ini berakibat menjatuhkn harga dirinya, tapi pujilah ia
ketika ia melakukan satu hal kebaikan saja! Dengan begitu dia merasa dia harus
melakukan banyak kebaikan." Saya sudah membuktikannya.
Dari 9
kelas yang diamanahkan guru pamong kepada saya, kelas 8.2 adalah kelas yang paling
sulit dikontrol menurut semua guru trmasuk guru PL tapi teman2 merasa tercenung
ketika melihat anak-anak dikelas ini diam, duduk manis dan bertanya hanya
ketika ingin bertanya, pokok e damailah rasanya. Teman-temanpun bertanya,
"Kakak, kog anak-anak ini semuanya tenang dengan kakak. Padahal kalau saya
dan teman-teman yang lainnya tidak pernah seperti ini. Ujian atau ndak ujiannya
suara mereka sama saja, berisik, jalan kesana dan kemari, keluar masuk kelas.
Padahal sudah dilarang apalagi sedang ujian.”
Saya tersenyum
mendengar perkataan tersebut. Saya masih ingat ketika pertama kali berinteraksi
dengan biang keributan kelas tersebut, waktu itu upacara keagamaan. Anak ini
buat ulah yang membuat semua teman-temannya tertawa dan ada juga yang teriak,
akibatnya terjadi keributan. Semua guru telah menegurnya termasuk teman-teman
yang sama-sama PL. Dengan langkah yang pasti saya mendekatinya dan berbisik, “Agamamu
apa Nak?”
“Islam
Buk.”
“Dengar
apa yang sedang dibacakan didepan oleh temanmu?”
“Dengar
Buk.”
“Seharusnya
apa yang kamu lakukan?” dengan sengaja mengejek diapun tertawa. Kemudian saya
menatap wajahnya dengan tenang dan berbisik, “Jangan pernah menyamakan setiap
guru! Mengerti?” diapun terdiam.
Dua hari
kemudian, saya masuk di kelas tersebut. Hatipun bertanya-tanya senakal apa anak
ini dan teman-temannya yang lain. Tak bisa dibayangkan hiruk-pikuk mereka di
kelas. Saya pun menarik nafas dalam-dalam dan berusaha tenang. Kata pertama
saya buka dengan salam. Lebih dari sebagian anak tidak menjawabnya.
“Apa
hukum menjawab salam itu anak-anak?”
“Wajib
Buk,” jawab mereka serempak.
“Hayo apa
yang dikatakan wajib??”
“Kalau
tidak dilakukan berdosa Buk,” jawab satu anak.
“Siapa
tadi yang tidak menjawab salam?” semuanya melongo ke kiri dan kanannya. Dan saya
pun kembali mengucapkan salam, semua anak menjawab dengan semangat.
“Bagus,
semoga di kelas ini Ibuk bisa mendapatkan kesan yang baik karena Buk yakin
anak-anak ibu disini adalah anak-anak yang baik, anak-anak yang pintar-pintar,
cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Kita pastinya tak mau dicap nakal bukan? Nah,
coba buktikan pada Ibuk kelas ini adalah kelas yang paling Ibuk senangi!”
setelah itu saya mengecek kehadiran mereka satu persatu. Kemudian saya ingat
nama-nama anak yang menjadi buah bibir guru-guru termasuk teman-teman sesama
PL.
Ya, baru
beberapa menit saja mereka mulai mencak-mencak, jalan kesana dan kemari,
menggelitik temannya, mencolek teman-teman perempuannya, minta permisi terus. Saya
berusaha mengenal nama mereka.
“Rizky,
Rizky tidak mencatat penjelasan dari Ibuk?”
“Lai Buk.
Lieklah ha! (Ada Buk, ini lihat!)”
“Mana? Oh
iya bagus, mencatatnya gunakan bahasa sendiri biar lebih dimengerti.”
“Meidi,
mau kemana lagi?”
“Sabanta
Buk, mau pinjam pena. (Sebentar Buk, mau pinjam pulpen)!”
“Alasan
nyo se tu nyoh Buk. Nyo memang mada mah karajonyo main-main se dalam baraja.
(Alasan dia saja Buk. Dia memang anak nakal, kerjanya main-main saja dalam
belajar),” temannya menimbrung
“Kalau
Meidi mau minjam pena, ini ibuk punya pena.”
“Ndeh
elok ibuk lai, bapinjaman lo nyo pena. (Duh baiknya Buk meminjamkan dia pena),”
temannya kembali menyela pembicaraan.
“Kalau
anak ibuk mau belajar, Insya Allah Ibuk mau pinjamkan. Sekarang lanjutkan
mencatatnya!” anak ini masih saja cari-cari alasan untuk berpindah-pindah
tempat duduk. Saya kembali menatapnya dan mendekatinya, “Ingat apa yang Ibuk
katakan jumat lalu?”
“Iya Buk,
Ndak wak lakukan lai do. (iya Buk, saya tidak akan melakukannya lagi)”
Sayapun memeriksa
catatan anak-anak satu persatu di tempat duduk mereka. “Ibuk sangat senang melihat
Meidi hari ini duduk manis dan memperhatikan Buk menjelaskan pelajaran. Ibuk
tidak senang diduakan ataupun diselingkuhi,”
“Iya Buk,
awak ndak lo do Buk. Apalagi dipoligami.”
“Nah,
untuk itu perhatian anak-anak ibuk tidak boleh kepada yang lain selain Ibuk dan
Biologi pada saat ini.”
“Iya Buk,”
jawab Meidi.
“Bagus.”
Banyak sekali
nama-nama siswa di kelas ini yang sulit dikontrol yang tak bisa diceritakan
satu persatu. Suasana belajar sampai jam pelajaran usai menjadi kelas yang
sangat tenang.
Akupun menarik
nafas lega keluar dari kelas. Intinya sahabat jangan pelit dengan pujian dan
janganlah membanding-bandingkan anak didik, bagaimanapun mereka tidak akan
pernah sama, mereka adalah pribadi yang berbeda dimana setiap mereka punya
keunikan masing-masing yang harus kita mengerti. Sampai saat ini anak-anak yang
dicap nakal di kelas tersebut sangat santun dan mendengarkan saya ketika
ditegur. Mengajar itu hal yang sangat menyenangkan sahabat meskipun sulit.
Semangat
sahabatku para pendidik generasi penerus!! Keberhasilan dan kemajuan mereka ada
ditangan kita, bagaimana cara kita merangkul mereka menjadi lebih baik
kedepannya lagi sangat berpengaruh kepada mereka. “Ayo sahabat kita rangkul
mereka untuk lebih baik dari hari ini!!! Semoga apa yang kita lakukan hari ini
dan seterusnya bernilai ibadah dalam pandangan Allah!! Amiin...
Hidup Guru!!
mintak ya cerpennya
BalasHapusUntuk apa tuh???
BalasHapusSangat bermanfaat untuk saya, terimakasih sudah membuat artikel yang sangat keren.
BalasHapusMy blog
sama-sama sis, semoga bermanfaat...
Hapus