Ceritaku Hari Ini
Penasaran
Umur
Hari
ini pelajaran tentang membandingkan umur. Siswa diminta mengamati teks bacaan
umur beberapa siswa. Mereka diminta membandingkan setiap umur siswa tersebut. Entah
apa yang membuat mereka tergelitik, sehingga penasaran menghantui pemikiran
mereka.
“Umur
Ustadzah berapa?” seorang siswa nyeletuk saat saya menjelaskan pelajaran. Saya pun
tersenyum simpul. Siswa yang lain pun ikut penasaran. “Iya Us berapa umurnya?”
Alhasil semua siswa pun ikut-ikutan penasaran. Apakah gerangan yang membuat
mereka ingin tahu.
Dengan
tanpa ragu sembari bercanda saya pun menjawab, “Berapa ya?”
Keributan
pun dimulai, setiap mereka menyebutkan beberapa angka. Kelas pun menjadi gaduh.
“Ustadzah
umurnya 17 tahun”
“Bukan,
21 tahun.”
“Pasti
22 tahun tambah 1 tahun?”
"24 tahun iya 24 tahun. Aku pasti benar. Benar kan ustadzah?"
"24 tahun iya 24 tahun. Aku pasti benar. Benar kan ustadzah?"
Setiap angka yang terlintas pada pikiran mereka, mereka sebutkan. Saya
hanya bisa tersenyum karna berseru pun tak ada tempat buat suara saya. Suara mereka
lebih keras dari sebuah pekikan saya. Tangan kanan pun mulai saya angkat
pertanda meminta ananda tertib dan diam.
“Diaaaaammmm...”
seorang siswa berteriak meminta teman-temannya untuk diam dengan harapan saya
akan menyebutkan umur. Mereka pun terdiam dan mendengarkan.
“Mau
tau aja apa mau tau banget” mendengar jawaban tersebut mereka memulai keributan
yang sama.
“Ustadzah
umurnya 70 tahun”
“150
tahun”
“100
tahun”
“Ya
sudah panggil nenek saja ke ustadzah ya,” perintah saya.
“Heiiii...
apa temen-temen ini, ustadzah itu loh masih muda, rambutnya belum putih,
kulitnya belum keriput. Enak saja bilang umur ustadzah segitu.”
Mendengar
jawaban Abid, saya pun melakukan pembelaan. “Iya ya Bid masa ustadzah dibilang
sudah tua ya. Padahal ustadzah masih muda kan ya?”
“Iya
Us, tapi kami kan gak tau umur ustadzah.”
“Iya
Us, Berapa us?”
Mereka
serentak meneriakkan artis bak di sebuah konser, “Berapa? Berapa? Berapa? Berapa?”
sampai berkali-kali. Suara mereka pun tak tertagahkan.
Tangan
kanan saya pun kembali diangkat sebagai isyarat menyerah. Mereka pun kembali
mendengarkan dengan saksama. “Cari tau sendiri ya... kan bisa tanya ummi mu.”
Jawaban ini pun tak mampu menenangkan mereka. Sampai akhirnya jam pelajaran
hampir usai.
“Ustadzah...
kalau ustadzah tidak memberi tahu kami, pelajaran gak kan berlanjut loh.”
“Loh
iya kan jam nya juga sudah habis.”
“Huuuuuuu...”
mereka pun berteriak menyoraki saya.
“Kalau
anak ustadzah mau tau, Insya Allah mau kenaikan kelas ustdazah kasih tau ya.”
Sampai
pertukaran jam pelajaran mereka masih saja berteriak, “Berapa... berapa...
berapa...”
*Mereka
benar-benar unik. Bahkan kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka. Buat
apa mereka menanyakan umur ustadzahnya? Hadeuh umur-umur... mereka benar-benar
mengingatkan sesuatu yang sering kita lupakan*
*Jadilah
anak yang sholih ya sayang* Aamiin...
Tak
terasa sudah hampir dua tahun kita melalui hari-hari bersama. Dari ananda-ananda
yang hyper aktif sampai akhirnya mengerti dan paham bagaimana cara belajar yang
baik.
Komentar
Posting Komentar