Cerpen

 

Jomblo Reaction

Sidoarjo, 10 Maret 2022

Hari ini alhamdulillah dibangunkan Allah disepertiga malam seperti biasanya. Bersyukur diri ini masih diberi kesempatan menjalani hari. Malam ini berbeda dari biasanya, bangun tidur badan sakit-sakit semua. Bergerak sedikit langsung terasa nyeri. Sebenarnya tidak mau mengeluh, tapi pada kenyataannya ada saja ujian kesabaran yang diberikan Allah. Doakan aku ya Sob agar senantiasa sabar dan kuat dalam menjalani sisa-sisa waktu yang diberikan Allah. Aamiin…

Dengan kondisi yang berat tetap melaksanakan ibadah seperti biasanya. Hari ini setelah berdoa usai melaksanakan sholat shubuh, mata pun mulai menunjukkan ketidakbersabahatannya. Niat hati mau nyuci baju sambil menyetrika tapi nyeri-nyeri di tubuh menghalangi gerak dan langkah kaki. Hal itu juga menjadi alasan tidak membuka Al-qur’an untuk mengaji di pagi hari. Bismillah semoga Allah memaklumi.

Tidak menunggu lama, matapun mulai terpejam. Melayanglah ke alam mimpi. Tanpa disadari pagi pun beranjak pergi. Entah mimpi apa? Semuanya samar, yang ku ingat hanyalah Dia yang ku sayang senantiasa datang dan menemani walau hanya lewat mimpi.

“Astaghfirullah…” Kuterbangun karena kaget. Mimpi apa yang membuatku kaget, aku pun tidak tau. Tanganku mulai menjalari sekelilingku mencari-cari benda kecil yang selalu menjadi teman baikku saat ini. Ya, dia adalah smartphone yang telah menemani perjalananku empat tahun ini.

“Sudah pukul 06.10. Astaghfirullah badannya sakit-sakit. Bagaimana mau ke sekolah ini? Ya Allah berilah kesabaran dan kekuatan kepadaku dalam menjalani hari. Aamiin…” aku membathin. Ku berusaha menggerakkan tubuh perlahan-lahan berharap semua baik-baik saja.

“Jika saja Ia disini, ia tidak akan membiarkan aku kesakitan. Jika saja… ah sudahlah berandai-andai pun tidak akan mengembalikannya kesini. Ayo Si sadarlah semuanya sudah berlalu. Jangan pernah mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin,” sesaat mataku berkaca-kaca. Aku mulai menyadari aku harus belajar dan terbiasa hidup sendiri, pun menahan sakit sendiri. Ku hela nafas panjang berharap hatiku lega, tapi aku belum berhasil. Tetap saja air mata ini jatuh.

“Ayo bangkit! Waktu terus berjalan,” aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Sekarang sudah pukul 06.20, akupun bersegera bersiap-siap berangkat sekolah.

“Dek, sepertinya aku gak jadi puasa. Badanku rasanya gak karu-karuan, nyeri-nyeri, serta bawaannya lemes dan ngantuk. Hari ini aku ngajarnya full biar gak terlalu lemes, aku batalkan saja puasaku. Minta tolong belikan cemilan ya!”

“Hah? Gak beli nasi aja?”

“Jajan aja. Entah mengapa sejak aku muntah-muntah kemarin aku membatasi makan nasi.”

Tau Sob apa yang terjadi? Benar tidak makan nasi, tapi aku malah dibelikan jajanan berat sebanyak lima macam. Semua makanan tradisional: nagosari, risoles, lapek bugih (koci-koci namanya di Sidoarjo), sus basah, dan satu lagi yang ku tak tahu namanya. Aku pun tidak protes kepada adikku. Jika protes, siap-siap besok mengerjakan apa-apa sendiri. Okey kita terima saja dengan ikhlas dan lapang dada.

***

Kakiku melangkah lunglai ke sekolah, menaiki anak tangga seperti siput. Mau bagaimana lagi dijalani saja sisa umur ini dengan baik dan rasa syukur.

“Ustadzah kenapa kog loyo? Belum disemangati ayang lagi?” aku tersenyum dengan pertanyaan santriku ini. Memang sangat-sangat perhatian. Gak boleh lemes sedikitpun, terlihat lemes langsung diabsen “Ada apa?”

“Nanti kalau ustadzah jawab, ntar dibilang curhat lagi.”

“Gak apa-apa ustadzah. Sekarang teman curhat ustadzah cuma kami-kami. Cerita aja Us!” Sedih banget tau Sob dibilangin teman curhatnya gak ada selain mereka. Kenyataannya memang begitu. Sejak menikah teman curhatku cuma suami. Kenapa? Karena kalau kita suka curhat kepada teman, yang ada apapun yang terjadi di dalam rumah tangga kita pun kita curhatkan kepada teman tersebut. Hal itu sangat dilarang oleh ajaran agama.

“Ustadzah curhat neh ya.”

“Iya Ustadzah, gak apa-apa.”

“Kemarin itu setelah wudhu sholat maghrib ustadzah terpleset di depan kamar mandi.”

“Loh kog bisa, Us?” ceritaku disela Kheisa. “Lantainya basah paling Us, makanya licin,” Kheisa menduga-duga.

“Lantainya gak basah. Lantai kamar mandi ustadzah lebih tinggi daripada lantai rumah. Jadi ketika ustadzah melangkahkan kaki keluar kamar mandi ustadzah menginjak ujung keset yang dari karpet. Kesetnya bergeser sehingga ustadzah pun terjatuh langsung split.”

“Iiii… sakit ya us?” tanya Kiya.

“Ya iya lah sakit. Namanya juga jatuh,” jawab Lian.

“Terus ustadzah nangis?” tanya Fatihah.

“Ya nangislah, kan sakit,” kata Aiko.

Aku tersenyum saja melihat mereka asyik tanya jawab bersama. Yang ditanya aku, tapi malah yang lain yang menjawabnya.

“Terus ustadzah teriak? Siapa yang bantuin ustadzah?”

“Gak ada yang bantuin mba.”

“Loh kog bisa? Adik ustadzah kemana?” lagi-lagi Kheisa heran.

“Adik ustadzah ke toko mba.”

“Kasihan ya ustadzah. Kesakitan sendiri.”

“Iya bagaimana ya mba? Ustadzah kesakitan, mau teriak pun tidak ada yang akan membantu. Mau nangispun tidak ada yang menenangkan ustadzah. Waktu ustadzah kepleset, ustadzah cuma teriak Allahu Akbar… tarik nafas panjang dengan menahan rasa sakit sehingga mata ustadzah berkaca-kaca sembari membaca istighfar.”

“Kasihan ustadzah ya. Itu reaction jomblo kalau lagi jatuh. Coba kalau ada suami ustadzah, pasti ustadzah akan teriak keras, ‘Allahu akbar… Ayang, aku jatuh, Yang. Sakit Yang. Cepat kesini, Yang. Tolong aku Yang! Hiks… Hiks…’ kemudian suami ustadzah bersegera dan berlari mengejar ustadzah. Memijit kaki ustadzah dan menggendong ustadzah ke kamar atau kursi,” jawab Fatiha sambil menirukan suara teriak manja seorang istri. Canda istri. Hihi....

Kebangetan ya aku selalu diingatkan kalau sekarang sudah jomblo. Haha… tapi tidak mengapa biar aku lebih sadar lagi kalau sekarang aku sudah sendiri.

“Ih tau darimana seperti itu? Kebanyakan nonton sinetron Ikan terbang ya?”

“Ya tau lah Us. Aku kalau jatuh di rumah, selalu begitu biar aku digendong dan dimanja abi,” jawabnya.

“Iya, Us. Ummi ana kalau teriak kenapa-kenapa, abi juga bersegera datang dengan berlari.” Jelas Kheisa.

“Nah betul kan Us? Coba kalau jomblo yang jatuh, cuma bisa merintih kesakitan dan nangis sendiri tanpa ada yang membantu.”

“Hehe betul reaction jomblo kalau jatuh ya begitu.”

“Nikah lagi aja Us!” teriak salah satu dari mereka. Entah suara siapa itu. Sedikit kaget juga mendengar usulannya. Aku balas dengan tersenyum.

“Iya Us biar ada yang jagain Ustadzah. Kalau Ustadzah kenapa-napa, ada suami ustadzah yang membantu.”

Masya Allah anak-anakku, banyak sekali kalimat-kalimat yang luar biasa keluar dari bibir manisnya. Kalimat yang aku pun tidak pernah menyangka. Kalimat yang bikin aku geleng-geleng kepala. Haha… bangga tentunya orangtua mereka punya anak yang perhatian. Gemes liat mereka, jadi pingin punya anak juga. Hiks…

“Ustadzah istirahat aja dulu!” perhatian dari Nindya.

“Iya Us tiduran aja gak apa-apa,” sambung Afifah.

“Cie… cie… mau nya biar gak belajar,” balasku bercanda.

“Hehe… gak gitu juga Us.”

“Halah, hayo ngaku!”

“Hehe…”

“Gak apa-apa insya Allah ustadzah akan pijit nanti malam. Semoga kembali membaik kondisi ustadzah.”

“Aamiin…” jawab mereka serentak.

***

Alhamdulillah akhirnya malam ini dipijit juga. Subhanallah dua jam lebih dipijit karena banyaknya kondisi dimana jalur urat-urat yang tidak pada tempatnya. Mungkin karena ototnya kaget sehingga ketarik dan berpindah makanya terasa nyeri dan sakit. Begitulah penjelasan ibu yang memijitku malam ini.

Terimakasih anak-anakku sayang atas perhatiannya. Benar saja akhir-akhir ini hanya bisa bercerita kepada anak-anak semua. Kalau bercerita kepada orangtua, takutnya orangtua akan kepikiran karena kondisinya kita berjauhan. Lebih baik dirasakan sendiri atau mungkin dipendam sendiri saja. Tapi karena anak-anak semua perhatiannya luar biasa, mau tidak mau tetap saja ujung-ujungnya curhat. Hihi…. Love U so Much…

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah pada Microsoft office dan pengetikan cepat MS office

BATANG TUMBUHAN

BENTUK HIDUP TUMBUHAN