Cerpen: Jilbab Bolong

 

Jilbab Bolong

Hari ini jiwaku terlalu sibuk mengingat-ingat apa yang terjadi tadi pagi. Entah mengapa benda panas itu terjatuh tepat di jilbab kesayanganku. Jilbab yang senantiasa menemani hari-hariku menjalani tugas negara. Jilbab kesayangan yang kupakai dua tahun terakhir ini. Ada penyesalan yang tidak bisa hilang dalam hati dan pikiranku. Mau beli lagi, tapi sudah tidak ada yang menjual dengan bentuk dan warna yang sama.

Lamunan demi lamunan tersirat jelas dari wajahku yang murung. Mengapa ketika aku melakukan kesalahan, selalu sulit untuk aku lupakan? Penyesalan ini benar-benar mengganggu aktifitasku. Kehilangan sesuatu yang kita sayangi itu berat. Bahkan lebih berat daripada rindu.

Jantung masih saja berdegup kencang. Jangan pikir karena akan bertemu seseorang yang disukai terus dek-dekan! Tidak, tapi lebih tepatnya rasa bersalah dan gelisah atas insiden tadi pagi.

“Apa yang akan terjadi setelah ini? Kenapa hatiku tak kunjung tenang?” bathinku.

Kulewati pagi dengan berusaha menenangkan benda yang memompa darah ke seluruh tubuh ini. Berharap ia berdetak normal sehingga pikiran tidak karu-karuan. Fungsi tubuh lainnya pun ikut normal.

“Ayolah bersahabat denganku jantungku. Jangan berdetak cepat terus. Aku mulai tidak nyaman dengan tindakanmu ini!” Aku berusaha mengajaknya berdamai.

Perilaku anehku turut dirasakan santriku, “Ustadzah kenapa?” tanya salah satu diantara mereka.

“Ustadzah ngantuk?”

“Tidak, Nak! Ustadzah tidak mengantuk.”

“Kenapa sikap ustadzah berbeda dari biasanya? Hari ini Ustadzah terlihat murung dan banyak diam,” tanya cici.

“Ntar kalau ustadzah cerita, dibilang curhat lagi.”

“Nggak apa-apa ustadzah, kami senang mendengar semua cerita-cerita ustadzah,” jawab Abel.

Kutarik nafas panjang, kulepaskan perlahan-lahan agar hatiku mulai tenang. Kalimat demi kalimat ku urai kepada mereka tentang apa yang telah ku alami pagi ini.

“Anak-anak ustadzah, hari ini jilbab kesayangan ustadzah kejatuhan setrika panas. Biasanya kalau ustadzah selesai menyetrika satu baju, setrikanya langsung ustadzah kecilkan dan ustadzah langsung melipat pakaian yang sudah disetrika. Qadarullah tadi ustadzah menyetrika sambil nelpon mama. Mama ustadzah lagi sakit, jadi ustadzah harus memantau kondisi beliau terus. Ketika ustadzah mau ambil pakaian yang akan disetrika lagi, setrikanya kesenggol kaki ustadzah dan langsung rubuh ke jilbabnya ustadzah.”

“Terus jilbabnya gosong Ustadzah?” tanya Afifah penasaran.

“Bukan gosong lagi tapi bolong. Bolongnya besar lagi.”

“Duh sayang ya Ustadzah,” Kheisa turut prihatin.

“Beli lagi aja Ustadzah!” saran Kiya.

“Nah, itu masalahnya, Sayang. Tidak ada lagi orang yang menjual persis seperti ini.”

“Sabar ya, Ustadzah,” Safara berusaha menguatkan.

Waktu terus berjalan, menit dan detik terus berganti. Tapi soal hati masih saja seperti tadi. Dek-dekan dan tidak karu-karuan. “Apa lagi sih yang akan terjadi?” bathinku.

Pembelajaran di kelas, aku lanjutkan. Kali ini waktunya mempelajari tematik. Setelah semua materi pembelajaran selesai ku jelaskan, anak-anak didikku mengerjakan soal penilaian akhir subtema 2. Ruangan terasa hening tanpa suara. Mereka adalah tipe siswa yang selalu anteng ketika diberi latihan, terutama tugas mandiri. Sesekali kulirik gawaiku, terlihat ada beberapa pesan yang masuk. Isi chatnya tidak langsung ku buka. Hal yang biasanya aku lakukan, mengintip dari atas pesan dari siapa saja yang masuk ke gawaiku.

“Hah, ditawari jadi istri kedua?” tiba-tiba suaraku mengeras saat membaca sebuah pesan. Suaraku membuat seisi kelas riuh tak terbendung. Badanku bertambah gemetar, jantungku lebih memacu cepat dari tadi. Dek-dekan di hati semakin memuncak. Lagi-lagi hal yang mengejutkan di hari ini.

“Siapa ustadzah yang ditawari menjadi istri kedua? Ustadzah Resi ya?”

“Pesan dari siapa itu Ustadzah? Kok Ustadzah sebegitu kagetnya? Dari ustadz ya?” Cici mulai menggodaku.

“Heh ustadz siapa? Gak boleh su’udzhon,” Safara mengingatkan.

“Jangan mau ustadzah jadi istri kedua! Jadi yang kedua itu tidak enak,” lagi-lagi anak-anakku yang lain ikut berkomentar.

“Ustadzah kalau jadi istri kedua itu mengerikan dan tidak enak. Nanti istri pertama cemburu, mesti Ustadzah akan dibentak-bentak, dimarah-marahi, dan pasti akan selalu dicari-cari kesalahannya Ustadzah agar suaminya membenci Ustadzah,” ungkap Safara panjang lebar.

“Betul itu Ustadzah! Nanti Ustadzah disuruh-suruh kaya pembantu. Terus istri pertama enak-enakan kaya ratu. Jangan ya Us!” Kiya pun ikut melarang.

“Heh stop-stop! Kok semua pada bahas ini! Memang Ustadzah bilang kalau Ustadzah mau jadi istri kedua?”

“Iya kami penasaran Ustadzah. Itu Wa dari siapa dan untuk siapa?” Abel kembali penasaran.

“Baik Ustadzah jelaskan. Ini wa dari seorang ustadz. Beliau menyampaikan ada Ikhwan yang sedang mencari istri kedua dan beliau bertanya apakah ustadzah ada orientasi kesana?”

“Orientasi itu apa Ustadzah?” Tanya Khayla polos.

“Orientasi itu semacam niat atau kemauan atau tujuan. Apakah Ustadzah mau jadi istri kedua? Begitu maksudnya.”

“Ooo…” jawab Khayla.

“Dari Ustadz siapa Us?” tanya Fatihah penasaran.

“Iya Us dari Ustadz siapa?” Naura pun ikut mendesak.

“Ya seorang ustadz. Ustadzah tidak bisa menyebutkan ustadz siapa.”

“Yaaah…” mereka menunjukkan kekecewaan.

“Tapi jangan berpikiran ustadz Ikhwan loh ya,” aku pun tertawa. “Anak-anak Ustadzah tau kan arti Ikhwan dalam Bahasa Arab?”

“Ya tau Us. Ikhwan itu artinya laki-laki,” Jawab Fatihah.

“Itu orangnya nyari istri kedua buat dirinya sendiri Ustadzah?” Cici kembali bersuara.

“Bukan Ci! Kan katanya ada seorang ikhwan. Berarti ya oranglain.”

“Kalau jadi istri kedua Ustadz… nggak apa-apa Ustadzah! Beliau kan orangnya baik, lucu, humoris. Nggak apa-apa. Kami yakin beliau bisa bahagiakan Ustadzah!” sambung Cici.

“Heh ngawur. Jangan mau Ustadzah jadi yang kedua! Lebih baik jadi istri satu-satunya biar kita dijaga dan dimanja ibarat ratu dalam rumah tangga,” Safara membantah Cici.

“Ya nggak apa-apa sih. Ustadzah Resi cocok sama beliaunya,” tambah Cici.

Aku seperti orang linglung dan bingung. Tapi perdebatan mereka benar-benar membuatku terhibur dan senyum-senyum sendiri.

“Anak-anak Ustadzah mau melihat Ustadzah jadi yang kedua? Anak-anak Ustadzah tega?”

“Ya nggak lah Us! Ustadzah, Ustadzah itu cantik, baik, penyayang, mandiri, dan hebat. Masih banyak laki-laki yang mau menjadikan Ustadzah istri satu-satunya. Masih banyak laki-laki baik diluaran sana yang mau menikahi Ustadzah. Aku yakin deh Ustadzah bisa mendapatkan suami yang sholih, baik, dan penyayang yang mau menikah dengan Ustadzah. Jadi jangan mau menjadi istri kedua ya Us!” protes Abel keras.

“Iya Us banyak laki-laki di luar negri yang belum menikah Us,” timpal Khayla polos. Semua anak tertawa mendengar pernyataan Khayla.

“Maksud aku bukan luar negri Khayla! Hmm ini anak masih tidur keknya,” jawab Abel kesel.

“Lha maka dari itu Bel kenalin Ustadzah sama om mu! Kan katamu om mu sholih, baik, single juga,” jawab Afifah.

“Betul itu Bel!” jawab Kiya.

“Emang Ustadzah mau kenalan sama om-ku? Aku hanya kasihan sama Ustadzah. Kalau Ustadzah menikah dengan om-ku, nanti yang ada Ustadzah dijadikan yang kedua karena om-ku lebih sayang sama kucingnya dari apapun.”

“Bel, yo enak sih kalau ustadzah menikah dengan om-mu. Nanti kamu bisa belajar dengan ustadzah Resi. Nanti nilaimu bisa melejit,” Aiko mengeluarkan pendapat.

“Betul Bel! Ntar sebelum ulangan, bisa minta bocoran soal dulu sama ustadzah karena sudah jadi tantemu,” Naura pun ikut-ikutan.

Aku tersenyum dan sesekali tertawa mendengar dan melihat polah mereka. Ya Allah mereka itu lucu banget. Kritis namun tetap santun.

“Iya Bel ntar kalah Fatihah sama nilai Abel,” jawabku bercanda.

“Haaa Ustadzah nggak mau. Tapi nggak apa-apa, asalkan Ustadzah Resi Bahagia,” jawab Fatiha.

“So sweet,” Aku pun mengangkat tangan memberikan love buat Fatihah.

Ruangan kelas ini masih saja rame karena siswaku tetap lanjut mengeluarkan pendapat-pendapat mereka. Aku pun larut dalam lamunan, mengingat kejadian tadi pagi. Merusak jilbab kesayang sendiri tanpa sengaja, rasa bersalahnya tidak hilang-hilang. Apalagi merusak rumah tangga orang. Mungkin seumur hidup akan selalu menyesal dan terkenang.

“Alasan kuat apa yang menyebabkan seorang laki-laki mendua dan mau mencari istri kedua? Apa istri pertamanya menginginkan hal yang sama dan ridho berbagi suami dengan wanita lain? Sehebat dan semulia apa istri pertama yang ridho berbagi suami dengan wanita lain? Tidakkah ia merasa cemburu? Tidakkah ia merasa terhina? Tidakkah ia merasa ada yang kurang dari dirinya ketika suaminya memutuskan untuk menikah lagi?” pertanyaan demi pertanyaan kini menancap indah di benakku.

Terimakasih orang baik yang senantiasa berusaha menawarkan laki-laki baik untuk hidupku. Namun aku bukanlah orang yang sempurna yang mampu berbagi suami dengan siapapun. Aku hanya ingin bilang ketika aku jadi istri, aku adalah istri yang sangat egois, egois dengan menginginkan pada suamiku “Jadikan aku satu-satunya pendamping semasa hidup bersama.”

Aku tidak membenci sunnah, tapi aku bukan wanita semulia istri Rasulullah yang ridho berbagi suami dengan wanita lain. Aku selalu berdoa agar Allah tidak mengujiku dengan ujian tersebut. Aku hanya ingin bilang, “Aku bahagia hidup bersama suamiku yang terdahulu dengan segala kekurangannya dan kekuranganku, ia menjaga hatinya bahwa aku adalah pendamping satu-satunya selama berumah tangga denganku. Ia menjadikan aku ratu dalam rumah tangga semampunya dan aku menghargai itu.”

Aku berdoa kepada Allah, jika kelak Allah titipkan kembali seorang jodoh, semoga ia adalah orang yang tepat yang Allah pilihkan untuk hidupku. Laki-laki yang sholih, taat, penyayang, setia, sabar, dan tentunya yang membimbingku menuju syurga Allah.

Aku tidak ingin menjadi penyebab rusaknya suatu hal yang kita dan orang lain sayangi. Mungkin jilbab bolong ini menjadi ibrah atas keputusanku untuk suatu perkara tadi. Ada saja cara Allah mengingatkan kita dalam mengambil sebuah langkah dan keputusan. “Ya Allah yang Maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-mu.” Semoga kita adalah orang-orang yang senantiasa diingatkan oleh Allah agar membuat keputusan dengan hikmah yang diberikan Allah. Aamiin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Istilah-istilah pada Microsoft office dan pengetikan cepat MS office

BATANG TUMBUHAN

BENTUK HIDUP TUMBUHAN